Selasa, 24 Agustus 2010

Es Be I, Sekolah Bertarif (?) Internasional?

hhhhhmmmm . . . akhir2 ini RSBI tumbuh dg subur seperti jamur dimusim hujan, dikasi pupuk pula. Hayooo, kalo dgr kata RSBI apa yg ada di benak kita? Ruangan ber-AC, anak2 jago B. Inggris, fasilitas belajar macho, dkk yg dianggap sanaknya SBI. N, ga ketinggalan uang masuk plus SPP yg di atas rata2 . . .

Pertanyaan saya sbg orang yg reseh, ada banyak. Kenapa kelas2 RSBI mesti ber-AC? kenapa anak2nya mesti dicekokin les B. Inggris? Kenapa SPP-nya mesti mahal? apa seperti itu SBI?

Saya yakin dan sangat ingat sekali, pada suatu sosialisasi SBI, pematerinya berkata, " SBI itu bukan masalah kemamuan berbahasa Inggris, bukan tentang kelas ber-AC, bukan pula tentang fasilitas superior. Tapi, SBI yg sebenarnya adalah kondisi di mana murid dan guru bisa memiliki kualifikasi budaya internasional. "



Apa sih budaya internasional? Apa ga perlu pake seragam lagi? Apa kita tiap istirahat mesti nyanyi lagunya penyanyi sekaliber Justin Bieber? Apa mesti rajin buka fb biar teman kita dari negara lain ada banyak? Tentu tidak.

Kita semua sadar, globalisasi adalah gejala sosial yg kita hadapi sekarang ini. Artinya, persaingan hidup sudah sangat tajam dan luas, sehingga kita sesungguhnya terus bersaing dg orang dari ssetiap sudut dunia, Sebagai contoh, betapa banyaknya pekerja asing yg mencari nafkah di pabrik2 besar di Indonesia, sementara itu pihak pabrik tidak mau peduli masalah nasionalisme. Dunia, termasuk kita, membutuhkan yg terbaik. Yg terbaiklah yg dipakai, yg kalah ya sudah . . .

Itulah globalisasi. Itulah yg seharusnya dihadapi sistem SBI.

Apakah kelas ber-AC akan menolong kita bersaing? Tentu tidak. Kembali lagi, SBI harus memiliki budaya internasional, yaitu KERJA KERAS. Lihat Jepang, setelah dibom atom AS mereka cepat bangkit. Bukan karena kelas2nya ber-AC, tapi karena mereka adalah pekerja keras. Mereka mau bermimpi dan mau berusaha serta MAU CAPEK untuk bangun setelah dibanting Sekutu. Alhasil, Jepang termasuk 3 besar eksportir dunia skrg ini.

Nah, walau saya bukan dosen, tapi saya punya konsep sederhana yg ramah hati ramah lingkungan terhadap SBI. Simpel, tapi susah. Indah, tapi berat. Apa itu?

Berhenti nyontek.

Ya, lagi2 saya berkata berhenti nyontek. Tapi inilah kenyataannya, inilah setitik nila yang merusak sebelanga masa depan Indonesia. Nyontek itu menginfeksi mental kita sebagai penerus bangsa. Selain kita jadi ga mau kerja keras, kita kerapkali dibutakan akan permasalahan yg kita hadapi akibat nyontek. Jujur saja, kalau skrg anda membuka buku pelajaran, mampukah anda menyelesaikan semua soal2nya sendiri? Kalau besok anda dipanggil ke kantor guru, trus ulangan dadakan, mampukah anda sekedar tidak remed? Padahal kita belajar di sekolah sekitar 7 jam sehari, 6 hari seminggu, 40 minggu setahun, dan 12 tahun dari hidup kita. NAMUN, SEKEDAR DUA HAL REMEH ITU SAJA KITA TIDAK BISA. Mengapa? karena nyontek telah membutakan kita. Mulai dari pe-er sampai ulangan, kita nyontek. Nikmat memang, ga pusing. Tapi, lihatlah apa yg telah nyontek kasih ke kita secara nyata. Nilai yg semu, ilmu yg kosong. Padahal kita ngaku sekolah u/ nuntut ilmu, tp qt dbutakan oleh nilai yg hakikatnya adalah tolak ukur mampu/ tidaknya kita.

Lihat pula para pejabat yg sangat kita "cintai dan hormati" skrg ini. Lemahnya mental jujur dan kerja keras telah menghadiahkan kita para pejabat seperti saat ini, dan tentu saja hadiah itu "sangat membangun" bangsa dan negara kita.

Begitulah kompleksnya permasalahan bangsa ini, teman. Kalau anda punya keinginan biar bangsa ini jadi lebih baik, usahakanlah niat anda. Jangan bermimpi jadi presiden, cz tidak mungkin 230 juta rakyat Indonesia mau jadi presiden semua untuk memperbaiki bangsa. Mulailah dari JUJUR dan KERJA KERAS. Mulailah dg tidak menyontek, bahkan pe-er sekalipun. Kalau anda bisa melakukannya, Anda pantas bermimpi lebih. Namun, kalo itu saja berat, jangan harap mampu mengubah orang lain, apalagi bangsa.

Kembali lagi ke SBI. Itulah cita2 budaya yg mestinya diusahakan oleh program yg sangat berduit ini. Bukannya pemasangan AC yang selain melepaskan lebih banyak zat yg merusak ozon (satu lagi bukti SBI tu perlu revisi), para AC juga menyedot banyak listrik di republik yg listriknya pasang surut ini. Skdr diingat, listrik tersebut masih disubsidi kalo ga salah. Nah, tegakah Anda memakan subsidi yg mestinya bs u/ rakyat yg ga makan demi Anda berada di ruangan yg sdkt lbih dingin?

Selain itu, indoktrinasi B. Inggris juga ga banyak gunanya, cz setiap saya bertukar pikiran dg ibu saya yg seorang dosen, beliau berkata kalo di universitas, B. Inggris yg dipuja2 itu akan tidak banyak berguna. Sayang kan uang les SBI selama ini?

Juga, fasilitas LCD, komputer dsb itu hanya bentuk pemanjaan. eharusnya, SBI itu ibarat pasukan khusus; dg alat dan kondisi bagaimanapun bisa bertugas maksimal. Dg kata lain, pada sistem SBI semestinya baik siswa maupun guru bisa melakukan KBM sekalipun sumber daya alatnya terbatas, karena seharusnya SUMBER DAYA MANUSIANYA kreatif dan inofatif. Anak jalanan, anak rimba saja bisa belajar tanpa LCD, kenapa para siswa SBI yg diklaim IQ-nya tinggi2 ga bisa?

Ingatlah, ketika kita bermewah2 berSBI-ria, jutaan anak ga bisa skolah, ga bisa makan, bahkan ga bisa ktu ortu. Kalo saya, sumpah, ga sampe hati berleha2 waktu bnyk yg lain merana.

baiklah, itulah selintas pemikiran saya tentang SBI.
Jawabannya ada di Anda, "taraf" atau "tarif"?
Silakan dikomen . . . : D

4 komentar:

  1. assalaamu'alaikum,
    iya..bang, ada beberapa kekurangan plus kelemahan SBI dalam penerapan..salah satunya adalah menciptakan kasta diantara para siswa..menciptakan perbedaan bukan persamaan ..yang sbi merasa lebih superior dibanding yang reguler..bukan karena pinternya..yang pasti mereka merasa lebih punya dana (lebih kaya)..karena bayarannya saja udah beda dll..ya semoga ada evaluasi yang menuju arah yang lebih baik..oclee

    BalasHapus
  2. makan ati tau dak prim jdi anak sbi tu, bukanny senang amb tu.. haha.. ac galak mati dak karuan. amb masih les b.ing sbi tu krn ud msuk dlm spp, klo amb kabur les terus, brarti amb menyia-nyiakan uang spp mahal yg dag tau kemano ngalirny tu..
    nak protes spp dak ad yg brani..

    oh ya satu lagi, amb dak pernah merasa superior sbg anak sbi. :)

    BalasHapus
  3. btw, follow back please?
    itu settingan jamny dag tepat tuh, cb d set dulu

    BalasHapus
  4. assalamualaikum.
    memang bnar apa yang disampaikan diatas. apalagi masalah nyontek-menyontek. dulu teman saya pernah berantem gara-gara masalah contek-menyontek.

    BalasHapus